MENGUNGKAP SOSOK KARTINI |
SIAPAKAH R.A KARTINI SEBENARNYA? |
Disusun oleh: Faqihuddin Abdul Rasyid |
Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Sejarah |
SMA Plus Muallimin Persatuan Islam 182 Rajapolah |
nahimunkarcybernews.blogspot.com
A. Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah pertama-tama saya panjatkankehadirat Allah swt. Dengan karunia dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serat salam tak lupa pula kita hatukan kepada jungjungan kita penutup para nabi dan rasul, Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan kepada zaman yang terang benderang, juga kepada keluarga, sahabat dan umatnya yang meneruskan risalahnya hingga akhir zaman.
Makalh ini saya kerjakan untuk memenuhi tugas sejarah yang di berikan ustadz Dede Reviana Ibrahim.
Saya ucapkan terima kasih juga kepada kawan-kawan saya yang telah membantu dan mendukung saya untuk menyelesaikan makalah ini.
B. Riwayat Hidup R.A Kartini
Raden Adjeng Kartini, lahir di Jepara Jawa Tengah tanggal 21 April 1879. Atau lebih tepatnya ia dipanggil dengan nama Raden Ayu Kartini, karena pada dasarnya gelar Raden Adjeng hanya berlaku ketika belum menikah, sedangkan Raden Ayu adalah gelar untuk wanita bangsawan yang menikah dengan pria bangsawan dari keturunan generasi kedua hingga ke delapan dari seorang raja Jawa yang pernah memerintah. Kartini sendiri menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada tanggal 12 November 1903 yang telah mempunyai tiga istri. Dari pernikahannya tersebut ia dikaruniahi seorang anak perempuan bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904.
R.A. Kartini lahir dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yakni bupati Jepara dengan M.A. Ngasirah. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dan dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.
Oleh karena orang tuanya termasuk orang penting dalam pemerintahan, Kartini sempat diberikan kebebasan untuk mengenyam pendidikan yang lebih dibandingkan perempuan lainnya. Ia bersekolah di ELS (Europese Lagere School) walaupun hanya sampai berumur 12 tahun. Disanalah antara lain Kartini belajar bahasa Belanda.
Dengan keterampilannya berbahasa Belanda, Kartini mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda. Disitulah ia mencurahkan segala unek-uneknya tentang ketidakadilan yang dirasakannya akan beberapa hal yang ia anggap memojokkan wanita pada waktu itu.
17 September 1904, Kartini menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
C. Siapakah Sebenarnya R.A Kartini? Apakah Kartini dari Priyayi Pendukung Penjajah?
Setelah Perang Jawa Pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk merangkul para bangsawan, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Dan R.A Kartini pada saat itu merupakan salah satu anak bangsawan (priyayi) yang memperoleh pendidikan dari belanda, hal itu bisa kita lihat dari biografi R.A Kartini berikut.
R.A. Kartini lahir dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yakni bupati Jepara dengan M.A. Ngasirah. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dan dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.
Oleh karena orang tuanya termasuk orang penting dalam pemerintahan, Kartini sempat diberikan kebebasan untuk mengenyam pendidikan yang lebih dibandingkan perempuan lainnya. Ia bersekolah di ELS (Europese Lagere School) walaupun hanya sampai berumur 12 tahun. Disanalah antara lain Kartini belajar bahasa Belanda.
Bagi para Priyayi (Bangsawan) ini, Kebudayaan barat akhirnya dianggap sebagai kebudayaan yang sangat tinggi dan pada saat yang sama kebudayaan sendiri dianggap rendah. Kebudayaan barat dianggap sebgai simbol kemajuan hingga mereka mesrasa bangga dan maju kalua sudah bisa mengikutiadat-istiadat orang belanda, baik saat berpesta, berpakaian, menjalankan pemerintahan, dan lainnya. Semakin terbaratkan secara budaya, semakin maju meraka rasa. Dalam istilah antropologi, sikap ini disebut sebagai imitasi budaya. Ini merupakan karakter khas kejiwaan orang-orang yang “merasa” kalah (psychology of looser).
Sedemikian intensifnya pembaratan (Westrenisasi) yang terjadi yang terjadi dikalangan bangsawan setelah perang jawa sampai-sampai sikap beragama orang-orang belanda inipun banyak yang meniru. Umumnya, sebagian besar orang belanda yang datang ke Indonesia telah terpengaruhi pemikiran sekuler yang memisahkan secara tegas antara agama dengan kehidupan publik (masyarakat). Beragama atau tidak beragama bagi mereka adalah urusan pribadi. Tentu ada sebagian yang beragama (Kristen dan Katolik) secara taat dan menolak pemikiran sekular seperti ini, terutama para penginjil dan pengikut-pengikut setianya.
Saat pemikiran sekuler ini merasuki sebagian bangsawan, efeknya dapat terlihat dari cara mereka memperlakukan islam yang mereka anut. Komitmen mereka terhadap agama semakin luntur dan kecenderungan dunia semakin meningkat. Pada saat yang sama para ulama pun semakin dijauhi. Sebab mendekati para Ulama berarti mendekati para pembangkang terhadap belanda. Akibatnya, semakin jauhlah para priyayi ini dari agama. Sehingga mereka memilki pemikiran barat yang Sekular, Plular, dan Liberal. Bisa kita lihat dari surat-surat kartini yang kata-katanya bercorak Sekular, Plular, dan Bahkan Bercorak Theosofi.
Berikut ini surat R.A Kartini kepada E.C Abendanon, 15 agustus 1902, yang menyatakan, “Tuhan kami adalah nurani, neraka dan surge kami adalah nurani. Dengan melakukan kejahatan nurani kamilah yang akan menghukum kami. Dengan melakukan kebajikan nurani kamilah yang memberi kurnia.” Dari surat tersebut bisa kita lihat pemikiran kartini yang bercorak theosofis, yang mana antara Theosofi dan Gerakan Kemasonan adalah satu kesatuan.
Bahkan Kartini bersahabat dengan para tokoh Penjajah Belanda. Diantara sahabat kartini dalam korespondensi adalah van Kol, yang tak lain adalah anggota Freemasonry yang menjadi salah seorang pendiri Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP), Estella Zeehandelaar, perempuan keturunan Yahudi aktifis SDAP, J.H Abendanon, ahli hukum yang menjadi Direktur Pendidikan, Ibadah, dan Kerajinan di Hindia Belanda, dan Ny.R.M Abendanon, perempuan Yahudi keturunan Puerto Rico, istri kedua J.H Abendanon. Semuanya berdarah Yahudi, dan aktif di organisasi bentukan Yahudi.
D. Cara Berpikir R.A Kartini
Ada baiknya jika kita sedikit kembali mengungkap tentang bagaimana pemikiran kartini, siapa saja teman korespondensinya, dan bagaimana hubungannya dengan orang-orang belanda berdarah yahudi. Ada yang mengatakan, bahwa Kartini berperan membendung upaya kristenisasi. Ada juga yang menyebut, surat-menyurat Kartini dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang” terinspirasi dari ayat Al-Qur’an “Minazhulumaat Ilaannuur”. Kemudian yang lain mengatakan, Kartini sudah berpaling dari pemikiran sebelumnya dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sandaran aetelah berguru pada seorang Kiai. Akan tetapi, Apakah Semua Itu Benar? Langsung saja kita bahas
1. Benarkah buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” Terinspirasi dari ayat Al-Qur’an?
Soal buku “Habis Gelap, Terbitlah Terang”yang disebut terinspirasi dari ayat Al-Qur’an, diterbitkan pada 1917, jauh setelah Kartini wafat pada 1904. Buku yang diterbitkan oleh Kartini Fonds di Belanda ini awalnya berjudul “Door Duisternis tot Licht”, yang kemudian diterjemahkan oleh Armijn Pane, seorang sastrawan anggota Theosofi dengan judul “Habis Gelap, Terbitlah Terang.” Jika demikian, maka judul buku yang disebut merujuk pada Al-Qur’an adalah berasal dari Armijn Pane, bukan dari Kartini. Sedangkan judul berbahasa Belanda “Door Duisternis tot Licht”, apakah buatan Belanda atau Kartini sendiri, masih belum jelas. Sebab, dalam upacara Freemasonry juga dikenal kata-kata dari grand master mereka yang berbunyi,”Kalian dalam zulumat (kegelapan) dan kini aku bawa kalian ke dalam Nur, bertaubat dan menangislah kalian mengingat dosa-dosa kalian semasa dalam zulumat itu.” Artinya, istilah dari kegelapan menuju cahaya, juga digunakan Freemasonry untuk merekrut anggota.
2. Benarkah Kartini Berperan Dalam Membendung Upaya Kristenisasi?
Ada yang menyebutkan bahwa Kartini menolak Kristenisasi, Menurut Artawijaya, Kartini tak menolak Kristenisasi, namun menolak adanya dominasi zending dalam mengajak masuk ke agama tertentu. Karena menurut Kartini semua agama sama, tak boleh ada yang merasa paling benar. Dalam surat kepada E.C Abendanon, 31 Januari 1903, ada kalimat kartini yang menyatakan,”Kalau orang mau juga mengajarkan agama, kepada orang jawa, ajarkanlah kepada mereka Tuhan tuhan yang satu-satunya, yaitu Bapak Maha Pengasih, Bapak semua umat, baik Kristen maupun Islam, Budha maupun Yahudi, dan lain-lain.
Kemudian perhatikan juga surat kepada Dr N Adriani pada 5 Juli 1903, seorang evangelis (penginjil) yang bertugas di Sulawesi,”Tidak peduli agama apa yang dipeluk orang dan bangsa apa mereka itu, jiwa mulia akan tetap mulia juga dan orang budiman akan budiman juga. Hamba Allah tetap dalam tiap-tiap agama, dalam tengah-tengah segala bangsa.”
Masih banyak lagi surat-menyurat Kartini yang menunjukkan pemikirannya yang bercorak pluralisme, mengakui kebenaran semua agama. Artinya, jika Kartini menolak upaya kristenisasi, itu semata-mata karena ia tak ingin satu agama mendominasi atau merasa paling benar, dengan cara-cara penyebaran melalui misi zending. Kartini mengakui semua agam benar, berasal dari Yang Satu, seperti tercermin dalam surat-suratnya. Pemahaman Kartini helas mengacu pada humanisme, pluralisme, dan kebatinan.
3. Benarkah Kartini Sudah Berpaling dari Pemikiran Sebelumnya dan Menjadikan Al-Qur’an Sebagai Sandaran Setelah Berguru pada Seorang Kiai?
Untuk pendapat terakhir yang menyatakan Kartini sudah berpaling dari pemikiran sebelumnya dan menjadikan Al-Qur’an sebagai sandaran setelah berguru pada seorang Kiai. Tentu ini ini merupakan suatu karunia Allah jika Kartini memang benar sudah berpaling dari pemikiran yang Bercorak Theosofis menuju kepada pemikiran yang berlandaskan Al-Qur’an. Namun, tentu saja fakta sejarah terkait Kartini yang berada dalam pengaruh pemikiran Theosofi seperti tercermin dalam surat-suratnya haruslah tetap ditulis sebagai fakta bahwa ia pernah berada dalam alam pemikiran Theosofi dan berhubungan dengan para keturunan Yahudi. Fakta ini sekedar ingin menunjukkan betapa kuatnya pengaruh jaringan mereka dalam merekrut kalangan priyayi dan keturunan priyai, termasuk kartini yang menjadi idola wanita Indonesia.
E. KENAPA HARUS KARTINI? KENAPA TIDAK CUT NYAK DHIEN? KENAPA TIDAK DEWI SARTIKA? KENAPA TIDAK ROHANA KUDUS?
Saya mengutip dari kata-kata seorang netizen yang berkomentar di internet:
“PERBEDAAN KARTINI DAN CUT NYAK DIEN
Melihat hati seorang Pahlawan dari kata-katanya :
Kartini : Duh, Tuhan, kadang aku ingin, hendaknya TIADA SATU AGAMA pun di atas dunia ini. Karena agama-agama ini, yang justru harus persatukan semua orang, sepanjang abad-abad telah lewat menjadi biang-keladi peperangan dan perpecahan, dari drama-drama pembunuhan yang paling kejam. (6 Nopember 1899)
Cut Nyak Dien : Islam adalah AGAMA KEBENARAN dan harus diperjuangkan di tanah Aceh sampai akhir darah menitik
Kartini : Hatiku menangis melihat segala tata cara ala ningrat yang rumit itu...
Cut Nyak Dien : Kita perempuan seharusnya tidak menangis di hadapan mereka yang telah syahid (Disampaikan pada anaknya Cut Gambang ketika ayahnya, Teuku Umar tertembak mati)
Kartini : Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah kupilih. (Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900)
Cut Nyak Dien : Untuk apa bersahabat dengan Ulanda Kaphe (Belanda Kafir) yang telah membakar masjid-masjid kita dan merendahkan martabat kita sebagai muslim!
Idealnya seorang Pahlawan memperjuangkan kemerdekaan dari kolonialisme bukan kesetaraan yang tak jelas. Kartini tidak melalui satu medan perang pun, Kartini tidak hidup di hutan dan tidak pernah merasakan kehilangan suami dan anaknya, Kartini menggunakan peluru 'pena' dengan berkirim surat pada teman2 Feminis-nya di Belanda utk memperjuangkan hak perempuan yang menurutnya 'dikekang' oleh budaya Jawa khususnya ningrat. Jadi musuh Kartini bukan kolonial Belanda tapi adat ningrat Jawa. Mestinya ia jadi pahlawan bagi kaum Bumiputera Jawa.
Cut Nyak Dien berjuang dari hutan ke hutan, bahkan ketika matanya mulai rabun dan penyakit encoknya kambuh, ia tidak berhenti berjuang. Ia melihat dua suaminya tertembak oleh Belanda, gugur di medan perang. Ia kehilangan anak perempuannya yang lari ke hutan ketika ia ditangkap dan dibuang ke Sumedang. Ia membangkitkan semangat jihad masyarakat Aceh ketika masjid2 mereka dibakar Belanda. Inilah pahlawan sejati yang seharusnya direnungi perjuangannya setiap tahun, perempuan yang melawan penjajah Belanda, bukan yang meminta bantuan Belanda dan bersahabat dng mereka selama masa penjajahan.
v Daftar Pustaka
· Artawijaya, Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara, Pustaka Al-Kautsar, 2010
· Tiar Anwar Bachtiar, Sejarah Nasional Indonesia 2 Perspektif Baru,
Download file docx Makalah DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar